Kamis, 29 Januari 2009

Situs Cerita Dewasa-Cerita Panas-Cerita Porno-Cerita Seks * Tentang Cerita Dewasa Kisah Pilu Aku Diperkosa

Cerita ku ini bermula ketika aku sedang memenuhi panggilan interview pekerjaan di pusat kota Surabaya, meski lulusan sebuah perguruan tinggi yang cukup ternama di Malang namun berpuluh kali aku mengikuti interview namun tak satu pun mengangkatku menjadi salah satu pegawainya.

Aku menginap di rumah tetangga kampung yang pindah ke Surabaya namun sudah ku anggap saudara sendiri karena mereka cukup baik pada keluargaku dan sudah kuanggap sebagai keluarga dan aku memanggil mereka PakDhe dan BuDhe, hari itu kebetulan aku sedang mengikuti interview di hotel Tunjungan Plasa Surabaya.

Oh ya.. namaku Rinelda. 24 tahun. Aku pernah menjadi Finalis Putri sebuah kontes kecantikan di malang, Aku pernah menikah tapi belum mempunyai anak karena usia perkawinanku baru berjalan 4 bulan dan sudah 3 bulan ini menjanda karena suamiku sangat pencemburu akhirnya ia menceraikan aku dengan alasan aku terlalu mudah bergaul dan gampang di ajak teman laki-lakiku.

Dari teman dan suami aku mendapat pujian bahwa aku cantik, tubuh yang cukup sintal dengan tinggi 173 cm mulus dan 2 bongkahan Susu yang tak terlalu gede tapi untuk ukuran seorang janda tak mengecewakanlah, cocok dengan body ku yang cukup atletis. Soal sexs, dulu setiap ber “ah-uh” dengan suamiku aku merasa kurang, mungkin karena gairah sex yang kumiliki sangat kuat sehingga kadang-kadang suamiku yang merasa tak mampu memuaskan tempikku, meski aku bisa orgasme tetapi masih kurang puas!

Kulihat jam di tangan ku sudah menunjukan pukul 16.15 menit, aku sedikit dongkol karena seharusnya aku sudah dipanggil sejak pukul 15.00 tadi, padahal aku sudah datang sejak pukul 14.30 tadi. “He..eh” aku pun Cuma bisa menggerutu sambil mencoba untuk memahami bahwa aku butuh kerja untuk saat ini.

“Hallo!” suara perempuan mengagetkan ku dari lamunan.
“Ya !” jawabku sambil berdiri. Sejurus aku memandang kearah perempuan itu, Cantik!
“Nona Rinelda ?” dia bertanya sambilmengulurkan tangan mempersilahkan aku kembali duduk.

Beberapa saat kami berbicara dan ku tahu namanya adalah Rifda, dia memakai jam gede di tangan kanannya, dengan nama dan pakaian yang lumayan seksi mengingatkan ku pada teman SMP ku di Malang, ternyata dia mengaku seorang pengusaha yang memiliki banyak perusahaan dan sedang mencari model, setelah berbicara tentang diriku panjang lebar akhirnya dia berkata bahwa aku cocok untuk menjadi salah satu Modelnya. Akhirnya aku mendapatkan kepastian esok hari aku akan bekerja, aku pun berjalan pulang dengan langkah seolah lebih ringan dari biasanya.

Sesampainya di jalan sebelum rumahku , sekedar anda tahu bahwa sejak aku mencari kerja aku tinggal di rumah BuDhe Tatik saudara dari Ibu ku. Ada beberapa anak muda bergerombol, ketika aku lewat di depannya, mereka menatapku dengan mata yang seolah-olah mengikuti gerakan pantatku yang kata teman-teman ku memng mengundang mata lelaki untuk meremas dan mendekapnya.
“Wuih, kalau aku jadi suaminya ga tak bolehin dia pake celana dalam !” Ucap salah satu dari mereka namun terdengar jelas di telingaku.
“Rai mu ngacengan!” timpal temannya, disambut tawa teman-teman lainya.

Sampai di rumah pukul 18.30. aku langsung mandi untuk mengusir kepenatan dan panas yang hari itu kurasa sangat menyengat.
“Gimana hasil kamu hari ini Rin?” ku dengar suara BuDhe Tatik dari dalam kamarnya.
“Besok aku sudah mulai kerja BuDhe” jawabku.” kerja yang benar jangan melawan sama atasan terima saja perintah atasan karena mencari pekerjaan itu sulit dan yang penting kamu suka dan menikmati apa yang kamu kerjakan” kata-kata dan wejangan dari orang tua pada umumnya namun ada poin tertentu yang terasa ganjil menurutku. Sosok BuDhe Tatik adalah Wanita yang dalam berbicara cukup seronok apalagi jika berbicara dengan pemuda di kampungnya sekitar 38 tahun an, cukup seksi dalam penampilannya, suaminya adalah seorang PNS di KMS, dia pun juga tak kalah ngawur kalau berbicara yang berbau saru dengan BuDhe atau teman-temannya. Tak berapa lama setelah ngobrol aku pun beranjak ke kamar,

Kamarku sendiri adalah bekas ruang tamu yang dipasang sekat dari triplek. Sekitar pukul 22.30 an aku mendengar suara aneh bercampur derit kursi seperti didongong atau ditarik berulang-ulang dari ruang tamu depan kamarku persis, sejenak kuperhatikan secara seksama suara tersebut dan aku penasaran dengan suara tersebut.

Sedikit kubuka pintu kamarku, betapa kaget setelah mengetahui BuDhe sedang duduk di kursi sambil mengakangkan kakinya sementara PakDhe di depannya sambil memegang kedua kaki BuDhe pada pundak sedangkan pantat nya bergerak maju mundur..

“Och…u..o..” suara yang keluar dari mulut BuDhe. Seolah menikmati apa yang dilakukan oleh suaminya, badanku terasa panas dan pikiran yang tak tahu harus bagaimana karena baru kali ini aku benar-benar melihat hal ini live di depan mataku. Selama kurang lebih 10 menit kedua orang itu melakukan sambil duduk akhirnya PakDhe menarik tongkolnya dari dalam Tempik BuDhe, Yak ampun ternyata tongkol nya lumayan gede lebih gede dari pada milik mantan suamiku yang biasa mengocok isi tempikku, akhir-akhir ini aku sering nonton BF saat PakDhe dan Budhe sedang kerja, pernah sekali aku hampir kepergok oleh PakDhe saat aku sedang nonton BF sambil mempermainkan liang nikmatku, namun ternyata PakDhe tidak peduli dan mungkin mengetahui bahwa aku seorang wanita yang butuh kesenangan pada salah satu bagian tubuhku, namun saat itu PakDhe hanya tersenyum sambil mengambil sesuatu dari dalam kamarnya yang mungkin tertinggal dan segera pergi lagi.

Kusaksikan BuDhe mengambil posisi menungging dengan kedua tangan nya memegang kursi di hadapannya “ayo mas cepet keburu tempiknya kering” pinta BuDhe dengan suara yang pelan mungkin agar orang luar tidak mendengar dan mengetahui tapi kenyataanya aku malah menyaksikan dan memperhatikan secara detil apa yang mereka perbuat. Kulihat kali ini PakDhe mengeloco tongkolnya sebelum dimasukkan ke tempik yang sudah minta di jejeli tersebut.

“Ach…ack…sh” suara yang keluar dari mulut laki-laki tersebut. akhirnya kulihat lagi adegan itu dari belakang karena mereka menmbelakangi kamarku. Ada yang berdenyut pada tempikku tanpa terasa tangan ku masuk ke dalam celana dalam yang kupakai, ku tekan pada itilnya “ahk” terasa geli dan benar terangsang tempikku kali ini. Aku tersenyum mendapatkan pengalaman ini.
“Tempikmu… ue.nak .Tik pe… res… tongkol ku” kata kata terputus dari Pakdhe seolah tak kuasa menahan nikmat yang dirasakannya.
“Lebih cepat… mas… cep… at!” BuDhe pun seakan mengharapkan serangan dari suaminya lebih hebat lagi.
“A… ach… aku keluar ma… s!” suara BuDhe terdengar setengah berteriak.Wanita itu terlihat melemas tapi PakDhe tetap menggenjot dengan lebih giat kali ini tangan nya memegang pantat BuDhe yang bulat mulus itu dan akhirnya laki-laki itupun menekan tongkolnya lebih dalam kearah tempik didepannya tersebut. Sambil menahan sesuatu. Ketika konsentrasiku tertuju pada tongkol dan tempik yang sedang beradu tersebut tanpa kusadari sambil digenjot BuDhe menoleh ke arah pintu kamarku dan tersenyum, “hek” aku kaget setengah mati segera ku tutup pelan-pelan pintu kamar dan kembali ke tempat tidurku, beribu pikiran menyeruak dalam benakku antara bingung dan takut karena mungkin kepergok saat mengintip tadi. Aku kecewa karena tidak melihat bagaimana raut muka PakDhe ketika mencapai puncak kepuasan.

Terasa ada yang basah di selangkanganku saat aku menyaksikan adegan tadi, “yah aku terangsang” terakhir kali aku merasakan nikmatnya berburu nafsu dengan suamiku adalah hampir 4 bulan yang lalu.

Memang aku mudah terangsang jika melihat hal-hal yang berbau porno. Sering kali aku melakukan masturbasi dengan membayangkan laki-laki yang kekar dan memiliki batang tongkol yang kokoh tegak berdiri dan akhirnya aku memasukkan sesuatu ke dalam tempikku yang seolah lapar akan terjangan tongkol laki-laki, tapi terkadang aku merasa ada yang kurang dan memang aku butuh tongkol yang sebenarnya, Tanpa kupungkiri aku butuh yang satu itu. Kulihat jam didinding kamarku menunjukan pukul 11.35, ya ampun besiok aku kan mulai kerja! Sialan gara-gara tongkol dan tempik perang diruang tamu akhirnya aku tidur kemalaman! Emang dikamar kurang luas apa? “ah sialan!” umpatku dalam hati.

Pukul 04.30 aku terbangun, ketika akan membuka pintu kamar aku teringat akan kejadian yang baru aku saksikan semalam, pelan-pelan kubuka ternyata tak kulihat orang diluar, aku langsung menuju dapur untuk memulai aktivitas pagi, terkadang aku harus membantu memasakkan sarapan pagi dan menyapu lantai sebelum menjalankan altivitasku sendiri, aku merasa adalah suatu vyang lumrah karena aku menumpang disini.

Aku berjalan melewati depan pintu kamar BuDhe yang terbuka lebar, sekali lagi aku terhenyak kali ini aku menyaksikan dua orang sedang tidur tanpa memakai baju sama sekali, kulihat senyum di bibir Budhe Tatik, tanda kepuasan atas perlakuan suaminya tadi malam mungkin.

Di kamar mandi aku kembali memikirkan kejadian semalam yang membuatku “terus terang cukup terangsang” apalagi jika mengingat tongkol yang gede milik PakDhe. “ahh” rupanya tangan ku sudah berada di sela-sela pahaku yang mulus dan bulu hitam yang tampak olehku cukup lebat meski tak terlalu banyak diantara garis melintang ditengahnya, tiba-tiba nafasku berburu kala kuteruskan untuk menggosok bagian atasnya, “sialan!” pikirku dalam hati. Kusiram tubuhku untuk mengusir nafsu yang mulai mengusik alam pikiran ku.

Sebelum berangkat kerja di hari pertamaku, kusempatkan untuk sarapan pagi siapa tahu nanti aku harus kerja keras di kantor.
“Jaga diri baik-baik Rin” kata BuDhe sambil menepuk pundakku,
“Eh.. iya.. BuDhe Rinel tahu kok” kataku sambil ngangguk. Kulihat BuDhe baru keluar kamar dengan mengenakan handuk pada bagian susu sampai atas lulutnya wajahnya tampak masih berseri meskipun tampak kecapean.
“Edan udah jam 7!” pekikku dalam hati.
“BuDhe aku berangkat dulu” pamit ku.
“Yo ati-ati Nduk ingat ikuti dengan baik perintah atasan lakukan dengan baik tanpa banyak kesalahan” katanya sambil tersenyum padaku, senyum itu penuh makna sama seperti tadi malam.
“Enggeh BuDhe… ” aku pun keluar rumah menuju tempat kerjaku yang baru.

Dari depan kantor itu aku berjalan menuju pos sekuriti,
“Permisi” aku mendekati seorang sekuriti,
“Ada yang bias saya Bantu mbak?” Tanya nya dengan sopan. Tubuh yang lumayan atletis tangan yang kekar serta tonjolan di bawah perutnya cukup menantang dibalut celana yang agak ketat di bagian pahanya.
“Ruangan Ibu Rifda dimana ya?” tanyaku.
“Bu Rifda Miranti? pasti sampeyan mbak Rinelda!” terlihat senyum dibibirnya masih dengan ramah dan sopan. Aku cuma mengangguk.
“Tunggu sebentar mbak” sambil mengangkat intercom di depannya, ketika dia berbicara dengan seseorang aku melihat suasana sekeliling “Kok sepi ya?” tanyaku dalam hati.
“Sebentar lagi karyawan Ibu Rifda akan menemui mbak, silahkan menunggu” katanya sambil menunjuk kursi sofa di tengah ruangan yang cukup besar. Ketika aku baru akan meletakkan pantatku aku melihat sesuatu yang ganjil di lingkungan perkantoran ini, tak terlalu banyak orang yang biasa ada pada sebuah perkantoran, kuperhatikan sekuriti tadi kulihat dia berbicara dengan temannya tersenyum-senyum sambil memandang kearahku, tak berapa lama kudengar namaku dipanggil seorang wanita
“Rinelda?”
“Saya” jawabku sambil memalingkan muka kea rah datangnya suara tadi,
“Hai, kamu mau kerja disini?” tanyanya lagi.
“Lho Agatha, kamu kerja disini ya?” kataku sambil kenbali bertanya
“Tadi aku disuruh sama bu Rifda untuk menemui kamu, ayo ikut aku!” sambil ngobrol kami pun berjalan menaiki tangga menuju ruangan Bu Rifda.
“Tunggu sebentar ya” kata Agatha. Pintu di ruangan itu sedikit terbuka ketika dia masuk kulihat didalamnya ada 3 wanita yang menurutku cantik, berbusana mahal dan seksi. Itu mungkin beberapa model yang dimilikinya.
“Masuk Rin” Agatha membuka pintu lebih lebar. Ternyata didalam ada 2 laki-laki yang sedang melihat 3 wanita didepannya ” nah ini dia cewek baru yang aku dapatkan kemarin di Tunjungan, namanya Rinelda” kata bu Rifda sambil menunjuk ke arahku pada ke dua laki-laki itu.

“Rin, mas-mas ini dari Jakarta mereka akan menguji kemampuan kamu dalam memakai barang mereka” aku segera mengambil kesimpulan bahwa mereka adalah desainer atau rekan kerja bu Rifda. Aku mendekat dan berjabat tangan dengan keduanya,
“Rif, kami perlu kerja di dalam studio” kata laki-laki yang sedari tadi melotot melihat 3 wanita dihadapannya sambil menenteng kamera. Lelaki itu berjalan diikuti oleh ketiga gadis.
“Tunggu sebentar ya Rin” kata bu Rifda sambil mengajak lelaki yang satunya serta Agatha. Aku terdiam sebentar sambil melihat ruangan yang cukup besar tersebut, ketika melewati ruangan yang baru di masuki oleh tiga gadis dan seorang lelaki tadi aku mendengar suara tertawa wanita kegelian dari dalamnya, ku coba untuk mendekat pada ruangan itu, aku semakin penasaran lerja macam apa kok suaranya seperti… Yah aku ingat suara itu mirip desahan BuDhe Tatik semalam! Kucoba lebih dekat untuk mengetahuinya tapi… “Rin?” tiba-tiba Bu Rifda sudah berada di sampingku.

“Ada yang mau aku tunjukan padamu” katanya sambil berjalan ke ruangan pribadinya, tertulis didepan pintu ruangan tersebut.
“Mana Agatha? Sama lelaki yang tadi?” tanyaku dalam hati. Didalam ruangan itu terdapat banyak Foto diatas meja.
“Duduk Rin” katanya mengetahui aku sedang menunggu dipersilahkan.
“Bu, maaf kamar kecil dimana? Saya kebelet pipis” tanyaku sambil nyengir menahan sesuatu dibawah selakangku. “ah..ya..” dia menunjuk kearah belakangnya. Aku langsung bergerak ke sana, masuk kamar kecil itu aku langsung melorotkan celana dalam yang kupakai dan Chessh….” Suara khas air
yang keluar dari tempikku, saat ku jongkok aku mendengar samara-samar suara laki-laki.
“Aah….uh…ya …ayo..terus …sedot…ah nah gitu dong…” setelah itu terdengar suara wanita tertawa, segera lu ceboki tempikku, kuangkat kembali CD, sebentar aku terdiam sambil mencari asal suara tadi, setelah yakin tak kudengar lagi akupun keluar dan menuju ke meja bu rifda sambil bertanya-tanya dalam hati apa yang sebenarnya pekerjaan disini, saat ku berjalan mendekati meja bu Rifda kulihat wanita itu sedang berganti pakaian, kulihat tubuh yang sangat seksi dan mulus, pahanya yang putih dan pantatnya bulat putih cukup memberi bagiku untuk berkesimpulan bahwa dia adalah wanita yang sempurna.

“Maaf bu” kataku,
“Oh tidak apa-apa kok Rin, bisa tolong ambilkan itu” katanya sambil menunjuk kearah kursi kerjanya, “ini bu?” kulihat sebentar ini adalah baju yang sering dipakai oleh bintang film luar negri “ah” aku teringat saat aku melihatnya di sebuah film BF. Aku berikan padanya dan dia memakainya dengan cekatan terlihat bahwa ia sudah terbiasa mengenakan pakaian model itu.
“Kita bekerja dengan scenario dan harus tampil cantik serta se-seksi mungkin karena target penjualan kita adalah kaum Pria” kata nya sambil membenahi pakaianya,

“Hari ini adalah saat dimana kamu akan menjadi seorang entertainer seperti gadis-gadis diluar tadi” , aku mendengarkannya sambil mengira-ira apa kerjaku sebenarnya;
“Maaf sebelumnya Agatha di sini sebagai apa bu?” tanyaku,
“Kenapa?” dia balik bertanya,
“Kamu mau tahu tugas dia?” katanya sambil mengambil sebuah remote control di laci mejanya,
“Tugas dia adalah menjamu para tamu dan melayani mereka sebelum mereka memulai kerja yang sebenarnya” katanya sambil menunjuk sebuah televise berukuran raksasa di belakangku, betapa kaget aku melihat apa yang terpampang dihadapanku, ternyata Agatha sedang bergumul dengan laki-laki di
sebuah ruangan kosong yang hanya di lapisi karpet tebal diseluruh ruangan itu, setengah tak percaya kembali kulihat kea rah bu Rifda, dia hanya tersenyum sambil matanya berbinar-binar seolah bernafsu karena melihat kejadian di layer tersebut, aku segera mengetahui apa yang sedang dan akan kualami maka aku berjalan menuju pintu keluar, tapi apa yang ku dapat pintu itu terkunci! Aku menoleh kearah wanita itu tapi wanita itu hanya tersenyum sambil matanya tetap menyaksikan adegan Agatha dan laki-laki itu dihadapanya.

“Kamu bisa berteriak kalau kamu mau tapi itu tak akan berguna karena seluruh ruangan disini telah kedap jadi tak akan ada yang mendengar” katanya.
“Duduklah maka tidak akan terjadi sesuatu padamu atau jika tidak aku panggilkan satpam didepan agar membuatmu diam” kali ini nadanya terdengar sedikit mengancam. Aku pun telah paham bahwa aku tak bias berbuat apa-apa, saat terduduk aku dihampiri oleh wanita itu dan tanpa kusadari dia telah menarik tangan ku kebelakang dan mengikatnya dengan tangkas, aku berontak tapi tak bisa karena kursi yang ku duduki besar dan berat, akhirnya aku terdiam.

“Sudah kita nikmati saja tontonan yang disuguhkan teman SMP kamu itu” katanya, sialan rupanya Agatha telah bercerita banyak tentang aku, Agatha adalah temanku saat duduk di bangku SMP di Malang, dia adalah type cewek yang cukup berani tampil seksi dan punya teman cowok yang cukup banyak, dan dia pun telah kehilangan keperawanannya saat perayaan kelulusan di suatu acara yang diadakan oleh teman-temannya,
“Kurang ajar, kenapa aku harus melewati hari yang seperti ini?” kataku dalam hati.

Dari layer raksasa dhadapanku kulihat Agatha sedang duduk di atas pria itu sambil menaik-turunkan pantatnya yang bahenol.
‘Oh… oh… ouh… ha… enak maass?” tiba-tiba suara Agatha terdengar sangat keras, rupanya Bu Rifda menikan volume pada remote controlnya.
“Ga seru kalau tidak ada suaranya ya Rin?” kata wanita itu namun aku tak mempedulikan kata-katanya. Aku menunduk tak mau melihat apa yang ada dilayar TV besar itu, tapi suara yang menggoda nafsu itu tetap terdengar.
“Setiap aku kesini… kurasa… tempik kamu masih… ouckh… tetap… keset… Th..ah” suara laki itu tersendat-sendat.
“Tapi tongkol mas….kok rasanya.. tam.. baa.. ah… aha…” suara Agatha tak terselesaikan.
“Jangan munafik Rin kamu past terangsang kan?” lagi suara Rifda terdengar tak kupercaya wanita yang kemarin kutemui ini terlihat anggun dan sopan kini…
“Perempuan macam apa kamu Rif?” kataku tapi tak kudengar jawaban darinya yang kudengar hanya suara dia sedikit tertawa.

Tak berapa lama kembali kudengar Agatha berteriak
“Ack… a… yah… terus… tete… rus… sentak lagi… mas!” kali ini aku mengangkat kepalaku untuk melihat apa yang saat ini dilakukan laki-laki itu pada Agatha, kulihat Agatha sudah nungging dengan bertumpu pada lututnya sementara laki-laki itu menekan-nekan tongkolnya yang besar itu maju-mundur ke arah tempik Agatha yang tampak menganga dan berdenyut-denyut itu, cukup lama mereka saling mengimbangi gerakan maju mundur itu satu sama lainnya, akhirnya…
“Aku… ke… luar… mas… aih… ya… ah!” nampak Agatha telah mencapai puncak orgasme tubuhnya terlihat sedikit melemah namun si lelaki itu terus mengocok tongkolnya yang masih menegang itu sambil tangannya memegang bongkahan pantat Agatha, aku sendiri terangsang melihat semua ini dan merasa ada yang mulai membasah di tempikku, seandainya tanganku tidak di ikat pasti aku sudah memegang itil kecil ku.

“Ackh… sh… oh… sh… ” nampaknya laki itu sudah memuntahkan pejunya di dalam tempik Agatha. Tiba-tiba Rifda mematikan layer tersebut dan berkata
“Gimana Rin, apa yang kamu rasakan pada Tempikmu?” seolah mengetahui apa yang aku rasakan.
“Lepaskan! Aku mau keluar dari tempat ini!” teriakku menutupi rangsangan yang aku rasakan.
“Keluar? sebentar, ada yang mau aku perlihatkan sama kamu!” lalu dia menekan kembali remote di tangannya kea rah layer raksasa di dan… “ya ampun!” ternyata BuDhe Tatik!
Mengenakan baju berwarna merah menantang seperti yang dipakai oleh Rifda, dia sedang sibuk mengulum tongkol seorang laki-laki disebuah ruangan yang hanya terdapat sebuah ranjang yang cukup bagus, ku lihat Pria itu memegang kepala BuDhe agar lebih cepat emutannya, sementara tangan kiri
BuDhe mempermain kan tempiknya sendiri.
“Eh… eh… e… gm… emph… !” suara wanita dilayar itu seperti menikmati tongkol yang panjang dan besar di dalam mulutnya.
“Itu di rekam 2 hari yang lalu” kata Rifda seperti sedang menerangkan sesuatu padaku.
“Maksudmu?” tanyaku,
“Lihat dulu baru komentar sayang!” aku pun kembali menyaksikan adegan di depanku itu, belum pernah aku menyaksikan orang yang aku kenal berbuat dengan orang lain seperti yang dilakukan oleh BuDhe dan Agatha.

“tongkol mu hot banget mas… besar pa… njang… aku… akua… suka… !” kali ini BuDhe nampak gemas memegang tongkol besar itu dengan kedua tangannya, tongkol Pria itu memang sangat besar dibanding dengan milik PakDhe yang kulihat semalam kelihatan kokoh berdiri dan lebih berotot apalagi kepala tongkol Pria ini nampak besar dan mengkilap karena sinar dari kamera, nampak sekali bahwa pria itu sangat menikmati emutan mulut BuDhe, mendengar suara Budhe dan laki-laki itu saling ah..uh.. membuat aku jadi terangsang, aku jadi salah tingkah karenanya, ku toleh ke arah Rifda ternyata wanita itu sedang sibuk memasukan sesuatu kebawah tubuhnya kutahu dia sedang mencari kenikmatan di tempiknya mengetahui aku melihatnya wanita itu mendekati aku dang menunjukan sebuah tongkat kecil yang mirip… tongkol!

“Kamu akan suka dengan yang seperti ini sayang” katanya sambil menarik kedua kakiku hingga aku terlentang di atas kursi besar itu.
“Tenang Rin, cari nikmatnya dulu ya” aku diam dan tak terlalu banyak bergerak aku tak tahu mengapa aku diam dengan perlakuan Rifda di hadapanku kali ini, Rifda mengosok-gosokkan tongkol mainan itu ke arah selakanganku, aku menggelinjang geli karenanya, aku tahu apa yang akan dilakukannya, dan benar! Dia membuka resleting celanaku, sekali lagi aku diam aku terangsang terasa tempikku berdenyut-denyut menginginkan sesuatu. Dengan tangkas Rifda sudah menarik ke bawah celana yang kupakai, diringi suara desahan nikmat yang disuarakan BuDhe Tatik dari layer didepanku
“Oh… yaa… ya… be… nar… yang situ enak… mas… sh… ah!” kali ini kulihat laki-laki itu sedang menciumi tempik BuDhe yang mengakang memberi ruang yang bebas pada laki-laki itu, terdengar pula suara mulut laki-laki itu berkecipak. Nampak bokong BuDhe yang bulat itu diangkat agar mulut laki-laki itu dapat masuk lebih jauh mempermainkan lidahnya. Tanpa kusadari paha dan selakangan ku terasa dingin ternyata Rifda telah sukses melepaskan CD ku.
“Wah ternyata Jembut kamu tebal juga Rin” kata Rifda kemudian tangannya menyentuh mulut tempikku, terasa hangat tangannya, kutatap matanya seolah ingin kubiarkan apa yang dilakukannya, sudah kepalang basah kubiarkan apapun yang dikerjakannya,

Saat Rifda sedang sibuk meng emek-emek tempikku dari depan, tiba-tiba lampu ruangan mennjadi sangat terang, dan kulihat ada dua orang laki-laki masing memegang kamera dan mengabadikan suasana di ruangan ini. Tak kusadari ada sentuhan tangan pada pundakku.
“Rin, rupanya kamu sudah merasakan kenyamanan di ruangan ini” ternyata aku kenal suara laki-laki dari belakangku yah itu suara PakDhe! tanganku berusaha menutupi bagian bawahku yang menganga karena ulah Rifda.
“Sudah nikmati saja, toh aku tahu kamu butuh yang seperti ini” kata Pakdhe sambil menempelkan sesuatu yang hangat lunak dan membesar ditanganku yang masih terikat kebelakang. Kupegang dan tahu apa yang aku pegang namun terasa makin hangat dan memanjang.

Aku diam memikirkan semua rentetan dan semua orang yang ada disekitar ku saat ini, saat kuterdiam ternyata Rifda berdiri di depanku dengan menggerakan lidah ke bibir sambil memainkan celah tempiknya dan matanya menatap ke arah PakDhe, laki-laki itu tahu apa yang dinginkan Rifda dan segera berdiri mendekat dengan tangan memegang pantat Rifda.
“Ayoh, kita bikin janda muda ini tersiksa dan memohon agar tempiknya di isi sesuatu yang hangat! Ha… ha… ha… !” kata Rifda sambil melihatku, tangannya yang cekatan dan terampil mulai mengurut-urut tongkol PakDhe yang sudah mulai kembali menegang, sementara tangan PakDhe meremas-remas susu Rifda yang Cuma terbuka pada putingnya sementara aku tetap menatap mereka berdua seolah tak percaya.

“U… uh” kata Rifda gemas mengocok tongkol di tangannya.
“Sudah, langsung aja masukin tongkolmu pak!”
“Lho Rin, tempik Rifda sudah basah! Kamu ga pengin niih?” Kata PakDhe yang mempermainkan tangannya di sekitar tempik Rifda. Kusaksikan gerakan Rifda membalikkan badannya memnbelakangi tubuh PakDhe, dengan cukup sigap pakDhe segera menggiring batang tongkol yang dipegangnya kearah tempik Rifda yang berada ditengah bongkahan pantat mulus Rifda yang sudah menganga karena bibir tempiknya di kuak sendiri oleh tangan kanannya sementara tangan kirinya menggosok itil yang sedikit menonjol di bagian atasnya.
“Hrm ouch… masukin… te… rus… ah sampai men… tock pak!” kata Rifda sambil menarik pantat PakDhe agar segera menekankan tongkolnya lebih dalam.

Kali ini mereka merubah posisinya menyampingiku sehingga tampak susu Rifda bergerak-gerak karena gerakan tubuhnya sementara tongkol PakDhe yang sedang berusaha memasuki liang sempit itu semakin didorong kedepan.
“Ah….” tongkol itu sudah tenggelam kedalam tempik rifda PakDhe kemudian menarik tongkolnya pelan-pelan tampak olehku buah pelir tongkol itu menggelantung.
“Sabar ya Rif, sebentar… ” kata pakDhe sambil menoleh kea rah ku sambil mengedipkan mata kirinya seolah berkata.”Tunggu giliranmu”.
“Betapa nikmat kalau tongkol itu bersarang pada tempikku” kembali aku sudah dirasuki hawa nafsu yang sedari tadi menghinggapi pikiranku yang mulai tak terkontrol. Aku mulai menggepit paha agar tempikku yang terasa gatal dan membasah tak diketahui oleh mereka, andai tangan ku tak terikat mungkin aku sudah melakukan sesuatu yang nikmat!

“Eh… ah… mpffh… yang cepat dong… genjot… terus… pak!” teriakan nikmat Rifda sambil menggerakan bongkahan pantatnya kekiri –kanan mengimbangi sentakan PakDhe.
“Plak… plak… ” suara benturan paha kedua orang didepanku serta kecipak tempik Rifda yang diterjang tongkol gede itu seolah bersorak senang. Saat ku sedang memperhatikan mereka ikatan pada pergelangan tanganku terasa melonggar sedikit kutari tangan kananku dan terlepas! Sebentar aku bingung apa yang harus kulakukan, namun diluar kesadaran ku saat itu ternyata aku tidak mengambil kesempatan itu untuk melarikan diri lagi pula disitu ada 2 pria berkamera yang pasti akan mennghentikan ku, yah otakku mungkin sudah dirasuki nafsu. Aku butuh keprluan biologis itu! Aku butuh tongkol yang hangat dengan terjangan yang sesungguhnya bukan seperti yang selama ini kudapatkan dengan masturbasi! Semakin kuperhatikan secara seksama apa yang dikerjakan PakDhe dab Rifda didepanku, Rifda nampak sangat menikmati genjotan PakDhe dari arah belakang.

‘Ay… o.. pak… ayo… terus… kerasin… sentakanmu pak… !”
“Tempik nakal… nakal… nakal… ” kata PakDhe setiap kali si tongkol menerobos tempik Rifda.
Kulihat tongkat mainan persis tongkol yang diletakkan dimeja oleh Rifda, tak kuhiraukan 2 orang berkamera yang sedang mengabadikan setiap gerakan dan erangan nikmat PakDhe dan Rifda, kuambil mainan wanita itu dan mulai kugesekkan pada tempikku, tak kuhiraukan segalanya!
Aku tersenyum karena aku merasa tak tersiksa sama sekali dengan keadaanku saat ini, kali ini aku bermaksud memasukkan tongkol mainan lembut ini pada liang tempikku dan…
“Eh… auch… ” bersamaan dengan sodokan PakDhe pada tempik Rifda setiap PakDhe menarik tongkolnya kutarik pula mainan ini dari tempikku.Saat aku sedang menikmati tontonan didepanku tiba-tiba pintu ruangan terbuka dan masuk seorang laki-laki yang tadi bergumul dengan Agatha menghampiriku sambil tersenyum, sambil berjalan dia melepas satu persatu kancing baju dan membuka resleting celananya. Kukeluarkan pelan-pelan tongkol mainan dari dalam tempikku.

Aku membayangkan isi didalam celana itu adalah tongkol besar seperti yang dirasakan oleh Agatha tadi, yang pasti akan memberi kenikmatan pada tempikku yang sangat merindukan tongkol, kutatap matanya seolah aku memberinya ijin untuk segera menyerang tubuhku, aku sadar bahwa semua perbuatanku saat ini akan direkam dan disebar luaskan, aku tak pedulikan itu aku Cuma butuh laki-laki saat ini yang bisa membuatku menggelepar penuh kenikmatan! Ketika Rifda mengetahui laki-laki itu lewat didepannya tangan kanannya memegang tongkol laki-laki itu.
“Tempikku… masih… cukup… ah..ah… untuk… tongkolmu… auh… Rudi… say… ang… eh… ” Rifda berkata sambil menikmati sodokan PakDhe. Sebentar laki-laki itu berhenti dan memasukan tongkolnya kemulut Rifda.
“Ech… mpfh… Rud… empfh… di..kont… tol… ” tampak mulut Rifda seperti kewalahan menelan sebuah Pisang yang besar, aku segera bangkit dan menghampiri mereka, yaah aku tak rela jika tongkol dihadapanku ini akan di telan juga oleh tempik Rifda dan aku lagi-lagi jadi penonton, Rifda dan PakDhe tidak terlalu kaget melihatku.
“Oh… rupanya kamu baru bisa lepas dari tali tadi ha… ha… ha!” Rifda tertawa setelah tongkol dimulutnya terlepas setelah laki-laki bernama Rudi itu membalikkan diri padaku tampak tongkol besar setengah mengacum itu mengarah padaku.
“Wao… ” Tanpa kuhiraukan si Rudi aku langsung jongkok didepannya dan bersiap mengulum tongkol idamanku itu.
“Lihat pak… ah… si… ja… ech… janda… tak tahan… juga… a yes… !” kata Rifda
seolah senang dengan apa yang kuperbuat, kumasukan kedalam mulutku dan kepalaku mulai bergerak maju mundur, kurasa sesuatu yang besar sedang berdenyut-benyut di dalam mulutku,
“Ach… ternyata pandai juga kamu mempermain kan tongkol dengan mulut.
“Oh… !” tangan Rudi mulai meremas pentil susuku yang mulai mengeras.
Aku memang pandai melakukan oral sex hal itu pun diakui oleh mantan suamiku dulu bahwa mulutku sangat hebat dal;am hal ciuman bibir dan mengulum tongkolnya bahkan sering kali saat oral sex suamiku mengeluarkan spermanya di mulutku.
“Ehm… ehm… ehm… ” Aku sangat senang dan sangat merindukan batang hangat dan kenyal ini! “Oh… oh… ya… ouh… ” Rudi tampak sangat menyukai kulumanku kupermainkan lidahku pada kepala tongkolnya, sambil memberikan Rudi kenikmatan kulihat PakDhe semakin mempercepat genjotannya, tak lama kemudian.
“Arch… a… ah… aku… sudah… kel… luar… pa… ak… a… ” kata Rifda, matanya
merem-melek menahan sesuatu yang keluar dari dalam tempiknya. Saat Rifda mulai sedikit lemas ternyata PakDhe mengeluarkan tongkolnya dan melihat kearah Rudi seolah mengetahui maksud PakDhe Rudi pelan-pelan menarik tongkolnya dari mulutku, yah PakDhe menuju kearahku sedang Rudi menuju tubuh Rifda, aku ragu apakaha aku akan melakukannya dengan orang yang sudah aku anggap sebagai orang tuaku ini, namun PakDhe ternyata langsung menarik pantatku hingga tuibuhku telentang pada kursi besar di belakangku dan tongkolnya berada tepat didepan tempikku, mengetahui aku sudah terangsang dengan sekali tekan tongkol PakDhe segera menerobos lobang tempikku sesaat terasa sakit

“Adu… h… pelan-pelan… dong PakDhe… !” Teriakku.
“Ah sorry Rin, lupa aku, tempik kamu sudah lama tak terisi ya! Tahan sebentar ya… kamu tahu ini ..enak..” kata PakDhe sambil menarik tongkolnya dari dalam tempikku, aku merasa seluiruh isi tempikku tertarik.
“Pelan-pelan… ” kataku lagi, tapi ternyata Pakdhe langsung menggenjot tongkolnya itu keluar masuk. Tiba-tiba rasa sakit yang kurasakan menjadi rasa geli dan nikmat
“Ah… a… ayou… lagi PakDhe… terus… sh… haa… ” yang kurasakan tempikku jebol
luar dalam namun ennaak sekali, sudah cukup lama bagiku waktu 4 bulan menanti yang seperti ini, aku tak peduli meski ini kudapat dari seorang yang selama ini menampungku. Saat sibuk menikmati sodokan tongkol di tempikku sempat kulihat Rudi memompa pantatnya sementara Rifda mulutnya terbuka menahan nikmat yang akan dia dapat untuk kedua kalinya dengan posisi miring dan kaki kirinya terangkat sehingga memudahkan tongkol gede milik Rudi mengobrak abrik isi tempiknya, tak berapa lama Rifda sudah memiawik…

“Sudah Rud… aku… ah… !” tampak Rifda sudah mengalami orgasme yang keduanya. sementara kulihat muka PakDhe memerah menahan sesuatu
“Rin… torok… kamu… serr… et… aku tak… tahan… ah” PakDhe rupanya sudah mendapatkan ganjaran karena berani memasukan tongkolnya ke milikku yang memang masih peret, dia menarik tongkolnya dan mengeluarkan pejunya pada Susuku dan wajahku
“Ah… ah… ” teriak PakDhe setiap kali cairan itu keluar dari kepala tongkolnya.
“Ya… PakDhe… !” kataku kecewa, aku belum merasa orgasme! Tak kuhiraukan PakDhe sibuk dengan tongkolnya yang mulai mengecil, saat kumandang Rudi yang mengocok tongkolnya sendiri dia tersenyum padaku dan akhirnya tongkol yang cukup gede itu datang padaku, tangan Rudi memegang pantatku, aku tahu dia ingin posisi anjing nungging, kubalik tubuhku menghadap sandaran kursi sedang kedua lututku tersangga pinggiran kursi, tak nerapa lama tongkol Rudi sudah digesekgesekkan pada pantatku yang putih mulus,
“Ayoh Rud kamu mau merasakan seperti yang di rasakan PakDhe?” kataku nakal, aku tak tahu dan tak mau tahu apa yang kulakukan yang pasti aku mendapatkannya saat ini, akhirnya Rudi pun memasukan tongkolnya ke dalam tempikku.
“A… euh… ah… em… ya… ” tongkol yang menerobos di bawahku memang terasa sangat gede seolah menyentuh rongga-rongga di dalam tempikku. Pantas Rifda mulut Rifda tak bersuara apa-apa ternyata ini yang dirasakannya.
“Eh… eh… eh… ” Rudi menekan maju mundur tongkolnya sementara tangannya meremas susuku dan bibirnya mencium punggungku, cukup lama Rudi menggenjot tubuhku dari belakang, kini dia memintaku untuk berdiri menghadap tubuhnya dengan mengangkat kaki kiriku dia memasukan tongkolnya dari depan
“Ya… h… he… he..lagi… lagi… ” nafasku terengah-engah menahan serangan Rudi yang belum pernah ku lakukan dengan mantan suamiku dulu. Sensansi yang luar biasa aku dapatkan dari laki-laki ini, sentakannya sangat mantab dan sodokkan tongkolnya sangat luar biasa
“Rud… puaskan… puaskan… a.. ku… tongkol… Ter… us… sh… ” kata-kataku tak terkontrol lagi karena tempikku merasakan hal yang sangat luar biasa dan belum pernah aku merasakan yang seperti ini. Akhirnya aku merasa kebelet pipis dan geli bercampur menjadi satu…
“Aku… ae… kelu… ar Rud… ah..” Puas, aku puas! Jeritku dalam hati ini tongkol yang aku harapkan setiap masturbasi, sementara Rudi tetap mengocok tongkolnya sambil menahan tubuhku yang terasa lemas agar tak terjatuh,
“Pepek kamu… mem… mang… enak… ach” akhirnya Rudi menarik tongkolnya dari tempikku dan menyemprotkan Spermanya ke mukaku.
“Ah… hangat… enakkan… Rud?” tampaknya tempikku memuaskan Rudi.

Cahaya terang dari kamera yang merekam semua tadi tampak meng-close up muka ku yang tampak ceria!

Akhirnya, aku menikmati semua ini, semua kulakukan dengan senang hati. Karena BuDhe adalah ketua dari semua pekerjaan ini dan Rifda dan Agatha adalah Teman SMPku, sehingga aku bekerja menjadi pemain film blue seperti yang dulu sering kulihat di keping VCD.

nongkrong di kampus

Nongkrong di Kampus

January 18, 2009
Kategori Cerita Daun Muda

Kampus jam 06.30 ternyata masih sepi banget. Sampai para satpam bilang, “mau ganti shift lo? hehe…” Hal itu udah biasa gw alamin, karena jarak rumah ke kampus lumayan jauh banget.

Kantin jadi tempat ternyaman setelah kelas siang ini. Mata kuliah hari ini bener-bener malesin, full teori. Untung yang masuk banyak, jadi yang senasib juga banyak, hehe… Lagi enaknya jalan sambil celingak-celinguk nyariin menu yang klop di setiap stand satu persatu, ternyata gw meleng dan…”bruuk…duh!” waduh, nyundul cewek nih, jatuh dia. Gw tolongin dia, “gila lo, lokit-lokit donk klo jalan… Bar!”, koq kayak kenal, taunya si Virny. Dia beda jurusan sama gw, cuma sering jalan bareng, apalagi klo udah urusan gambar sketsa dan komputer, pasti gw berduaan terus sama dia sampai sore bahkan cuma buat ngobrolin doank. “Sori, sori… Laper nih, binyun milih yang mana…” kata gw. “Ah, tumben amat lo milih-milih menu, lo kan pemakan segala, Bara gitu loh…” ya, itu nama gw. Akhirnya kita milih menu barengan.

Sekedar info, Virny itu orangnya hampir setinggi badan gw (gw 186cm), jadi enak klo ngomong gak kayak mesin ATM, kudu nunduk. Bodynya gak kurus-kurus amat, cuma pantat & airbag-nya itu loh, sekal & kenceng bikin gemes, gak kayak ce yang laen, ngondoy alias menggelayut, hiii…. Muka dia menarik dan cukup manis dengan rambut hitam ikal sebahu.

Setelah makan siang, gw pamitan duluan dan langsung masuk ke kelas. Ternyata kelas kosong, soalnya pada demen masuk rada telat sih, terus gw nanya akademis, “dosennya ga masuk, Bar, tolong sekalian kasih tau yang lain ya…” wah, asik… Gw sms salah satu temen sekelas gw supaya nyebarin berita ini ke yang lain. Nah, sekarang mau kemana ya? Baru jam 13.00 siang, panas pula, untung udah makan. Ah, iseng aja ke kantin lagi, sekalian beli rokok.

Ternyata si bodatok (bokong-dada-montok) masih dimeja yang tadi sambil sibuk dengan laptopnya. “”Wah… ada bahan tongkrongan nih… Kebeneran hari ini gw gak bawa tablet pc gw”" pikir gw. Gw samperin deh dia, “Tok, lagi paen?”. “Tak, Tok, Tak, Tok… Asem lo! Program gw ngadat lagi ne, tolongin donk…” keluhnya. Gw tolongin dia sambil gw jelasin letak masalahnya, gw lumayan encer soal komputer sih, hehe bukan nyombong ya… Waktu gw jelasin, kan dia disebelah gw duduknya sambil fokus ngeliatin layar laptopnya, timbul ide iseng gw untuk mundurin sedikit kepala gw sambil tetap ngejelasin. Wooow! Keliatan deh tuh toket sebelah kirinya lewat celah kerahnya. Eh!? Koq bisa langsung keliatan gitu, waduh, nih anak plasplong toh alias gak pake BeHa! Uhuuuy… Bikin konak aja! Lagi asik-asiknya ngintip barang bagus, tiba-tiba “Hoi! Dodol, jelasin ngalor ngidul! Ngapain sih lo pake mundur-mundur segala?”. Karena gugup takut ketauan, “eh, oh, gak… puyeng aja deket-deket liatnya, suer…”

Gak kerasa ternyata hari udah sore, jam 17.00! Itu juga jam wekernya abang kantin yang udah kesel ga bisa beres-beres gara-gara nungguin kita pulang. Karena gak enak, kita pindah ke kelas terdekat (terjauh dari gerbang depan). Waktu ada satpam lewat, gw sempet nanya, koq belum ditutup, ternyata ada gladi resik buat acara wisuda anak senior besok, jadi dibuka terus sampe besok.

Gw nanya sama Virny, “lo ga pulang? udah malem lho…”
“Gak ah, ntar aja, lagian kost gw campur, jadi ga ada jam malamnya, lo klo mau pulang, duluan aja…” jawabnya.
“Ng… Gak juga deh, lagian gw udah males pulang jam segini, mending malem banget sekalian, lagian besok kan kampus libur, ada wisuda” jawab gw enteng.

Malam semakin larut, si otong ternyata minta ke wc. Si Virny masih iseng didepan laptopnya. Dari wc kantin, keliatan para panitia yang lagi sibuk gladi resik di dekat ruang aula. Selesai dari wc, gw jalan santai balik ke kelas tadi. Karena kelas itu menghadap kedalam dengan dinding kaca agak gelap dibelakangnya, keliatan agak jelas apa yang ada dibaliknya. Gw intip si Virny. Lho dia kenapa, kayak masukkin tangannya yang satu ke kaosnya dan satunya lagi kedalam celananya, dengan kepala agak menunduk. Agak susah nyari sudut pandang yang jelas, sementara kedua tangan nutupin kiri-kanan muka supaya bisa ngeliat jelas. Apa yang gw liat bener-bener ngebuat gw melotot. Virny lagi nonton bokep sambil masturbasi, mantaaaaap… Dia sepertinya nikmatin banget apa yang dia lakukan saat itu. Antara nikmat bermasturbasi, dan tegang plus takut klo aja ada yang mergokin.

Diam-diam gw masuk, samperin Virny dari belakang. Pelan-pelan gw masukkin kedua tangan gw ngegantiin tangannya yang sedang meremas-remas payudaranya. Awalnya dia kaget, setelah dia tau ini gw, sepertinya dia ngasih lampu hijau benderang dengan balas mencium bibir gw. Untung aja kelas itu ada di lantai atas dan lampu yang nyala cuma sinar layar laptop. Cukup lama kita berpagutan, dengan tangan gw yang aktif meremas payudaranya dan memainkan vaginanya dari luar cdnya. Ternyata Virny gak mau kalah, dia langsung jongkok dan membuka resleting celana gw, ngeluarin penis gw yang sempat membuatnya terdiam sebentar karena ukurannya yang cukup besar (18×5). Tanpa ngasih kesempatan gw untuk napas, dia langsung mengulum penis gw dengan ganasnya. Rasanya bener-bener gokil! Kayaknya dia mahir karena sering liat bokep. Terasa cukup ‘menyiksa’ si otong, gw berdiriin lagi Virny terus gw sambar bibirnya lagi sambil gw gendong dia ke meja panjang didepan kelas. Disana gw kerahkan semua kemampuan mulut gw dalam melumat vagina seorang gadis. Virny menggelinjang gak tentu, mendesah dan melenguh sambil berteriak-teriak kecil keenakan. “Akh… Akhhh… Ouuuh… Mmmh… Terrusss, Bbaaarrrr… Oh yyeeeahh…”

Gw gak mau klo gw yang minta ML duluan, gw buat dia tersiksa rasa nikmat, sampai akhirnya dia yang meminta duluan. “Barrr… Udah… Ayyyooo ddooonkk… Mmmasssukkinhh…” rintihnya membuat si otong tambah ganas berdirinya.
“Apa, sayang? Gak kedengeran…” bener-bener gw siksa dulu dia.
“Ahhh… Ooooh… Ayaaaannkkhh… Pleasssee…” rengeknya memohon.
Gw buka lebar paha putih dan mulus luar biasa indahnya itu. Lalu, sambil bertumpu dengan dua tangan, gw arahkan penis gw yang udah luar biasa tegangnya itu ke lubang vaginanya yang sudah basah. Dengan cara ini, rasanya lebih mantap, karena gak ada tangan yang ikut campur mengarahkan penis. Kutegangkan lebih kuat sambil menekan vaginanya. Tapi susah masuk, pasti Virny masih perawan, ah, sebodo, dia yang minta toh, justru ini yang menjadikan ML klop awalnya. Akhirnya gw berhasil masukkin kepala penis gw. “Ssssakkiit… Pelan-pelan donk, yannkkhh…” rintihnya kesakitan, karena ukuran penis gw yang memang besar untuk ukuran vaginanya yang masih perawan itu. “Gak apa-apa koq, yank… Cuma sebentar aja koq sakitnya, lagian gw bakalan pelan-pelan koq, tahan yah…” gw berusaha menenangkannya.
Gw dorong lagi, pelan tapi pasti. Seret, rapet, anget, peret jadi satu plus nikmat luar biasa seperti disedot-sedot, semakin dalam semakin kuat dan nikmat. Akhirnya, gw ngerasa seperti ada lapisan yang ngehalangin mata bor perkasa gw, ini dia mahkotanya. Gw itung, 1…2…3…Hup! Gw dorong agak keras “Zzzlepp…”. “Ayyaaank, sssaaakkkiiiiittss…. Kammmu, jahaattt… Kataaanyahh peelannn…” rengeknya sambil menitikkan air mata.
Gw cium bibirnya mesra, dia membalas dengan ciuman yang sangat nikmat. Saat itu baru setengah dari panjang penis gw yang baru masuk. Sambil terus kucium dan kuremas payudaranya, dengan sisa tenaga awal, gw hujam dalam-dalam penis gw sampai pangkalnya kedalam vagina Virny. Pagutan bibirnya mengencang dan air matanya lebih deras mengalir, tapi tetap gak gw lepasin.

Oh my God! Bener-bener gak bisa diukirkan dengan kata-kata rasanya!
Perlahan gw tarik, lalu kumasukkan lagi, Virny masih meringis kesakitan. Terus-menerus dengan perlahan tapi pasti gw goyang pinggul gw. Semakin lama, akhirnya pinggulnya ikut nagih rasa yang sama seperti yang gw rasain dari vaginanya. Genjotan gw makin lama makin agresif. Gw ganti posisi-posisi yang gw hapal dari kamus Kamasutra, walaupun gak mungkin semuanya. Gw sering baca mengenai seks yang tahan lama, oleh karena itu Virny yang gw rasa udah multi orgasme sebanyak lebih dari 5x sejak tadi, tapi gw masih belum sampai juga.

Akhirnya gw merasa kasihan juga ngeliat Virny udah kewalahan mengimbangi kemampuan gw. Gw lepas aturan napas, gw genjot vagina Virny secara gak beraturan, dan semua yang bisa ngebuat ejakulasi lebih cepat sampai. Terasa kayak ada yang ngedorong saluran dalam penis gw, gak bisa gw bedung lagi. “Oh, Virnyyy! I love you so muchhhh! I’m cummmin!!!”, “Oh yeaaah, hunnyyy, inside me pleeaseeee!!!” Lalu, gw tancap dalam-dalam penis gw di vaginanya, gw lepasin semua sperma gw kedalam rahimnya, banyak sekali.
“Ghhaaaah!!! Ouuhh…” betapa nikmatnya.
“Oh… I love you…” Virny senang akan kehebatan gw.
Waktu udah nunjukkin jam 01.30 pagi, berarti tadi kita udah bergumul selama 5 jam! Mantaaap…

Setelah beres-beres dan bersihin bekas-bekas sperma, keringat, dan darah keperawanan Virny. Gw papah dia menuju tempat kostnya. Gw tidurin Virny diranjangnya, dia nampak kecapean banget setelah gw bantai. Karena gw juga udah cukup cape, gw tidur di karpet kamar kostnya, dengan tangan gw megang tangannya dengan mesra.
Sekitar jam 06.00 gw pulang, pamit lewat kertas yang gw selipin dibantalnya karena dia masih belum bangun saking capenya.

Dari situlah setiap gw ke kampus, gw maupun Virny pasti selalu ngajak untuk ‘bertempur’ lagi, tapi di tempat yang berbeda. Kadang di wc dosen (ga ada khusus co/ce-nya soalnya), kadang di kelas bawah, kadang di ruang lab, kadang di kostnya yang jadi tempat favorit kita. Untung aja kita ngerti masalah kehamilan dsb. Jadi bisa menghindari Virny dari kemungkinan untuk hamil.

Situs Cerita Dewasa-Cerita Panas-Cerita Porno-Cerita Seks * Tentang Cerita Dewasa Janda Muda

Situs Cerita Dewasa-Cerita Panas-Cerita Porno-Cerita Seks

* Tentang Cerita Dewasa

Janda Muda

November 2, 2008
Kategori Cerita Cerita Dewasa Melayu

Sudah dua tahun Tini menjanda. Suaminya sedang merengkok dalam
penjara kerana dituduh mengedar dadah. Kerana memikirkan suaminya akan
dihukum gantung maka Tini meminta cerai dari suaminya. Tak guna
menunggu suaminya yang akhirnya akan ke tali gantung.
Dalam usia 25 tahun Tini memerlukan belaian kasih sayang seorang
lelaki. Nafsunya sedang berada dipuncaknya dalam usia sebegini.
Ghairahnya perlu ditangani dan keiginan batinnya perlu dipenuhi.
Dengan wajahnya yang cantik dan kehidupannya yang mewah hasil
peninggalan harta suaminya maka banyak lelaki muda maupun tua yang cuba
mendekati Tini. Malah ada lelaki tua yang bergelar Datuk cuba
menghampirinya. Semuanya ditolak dengan baik oleh Tini.
Sebagai seorang model sambilan penampilan Tini memang bergaya.
Dengan wajah ayu dan susuk tubuh tinggi lampai maka lengkap pekej Tini
sebagai seorang wanita idaman. Senyumannya saja boleh mencairkan hati
lelaki yang melihatnya.
Bila sudah lama tidak dibelai lelaki bergelar suami kadangkala Tini
rasa kesunyian. Dalam kesunyian itulah nafsu dan ghairahnya
membuak-buak bagikan lahar gunung berapi. Bagi meredakan nafsunya maka
Tini akan menonton vcd porno. Sambil melihat adegan ghairah di skrin tv
Tini akan mengusap alat kelaminnya sehingga dia mencapai kepuasan.
Pagi itu ghairahnya bangkit lagi. Hanya kerana melihat kucing
kesayangannya sedang berasmara dengan kucing jantan tetangganya.
Kucingnya yang sedang miang dan berguling-guling di lantai diterkam
oleh kucing jantan. Kucingnya mengerang kenikmatan bila zakar berduri
kucing jantan dengan lajunya keluar masuk lubang burit kucingnya.
Tini meraba-raba kemaluannya dan kelentitnya diusap-usap lembut
dengan jari-jarinya. Jeritan-jeritan kucingnya yang sedang berasmara
itu membuatkan nafsu dan ghairahnya sukar dibendung. Pada ketika
seperti ini Tini amat memerlukan seorang lelaki bagi memenuhi kehendak
batinnya.
Sedang dia asyik melihat kucingnya yang berguling-guling manja,
loceng rumahnya berbunyi. Tini menjenguk ke pintu pagar dan melihat
sebuah pick-up bersama dua orang lelaki. Di dinding kenderaan tersebut
tertulis jenama pendingin udara. Baru Tini tersedar dia ada menghubungi
syarikat air-con untuk membetulkan air-con di ruang tamunya yang sudah
dua hari tidak berfungsi.
Tini menekan punat di alat kawalan jauh dan pintu pagar automatiknya
terbuka. Pick-up warna hitam itu meluru masuk ke halaman rumahnya.
Kedua-dua pintu hadapannya terbuka dan keluar seorang lelaki india di
bahagian pemandu dan seorang lelaki cina di bahagian penumpang.
Lelaki india tersebut mengambil kotak peralatan di bahagian belakang
kenderaan dan mengekori lelaki cina yang agak berusia. Tini membuka
pintu ruang tamu dan mempersila kedua lelaki tersebut masuk.
”Mana air-con yang rosak?” tanya lelaki cina yang kemudian dikenali sebagai Ah Tong.
”Itu,” jawab Tini sambil menunjuk air-con jenis split yang berkekuatan dua kuasa kuda.
”Raju, awak tengok apa rosaknya,” arah Ah Tong kepada lelaki india pembantunya.
Raju mengikut saja arahan Ah Tong majikannya. Dengan menggunakan
tangga dia memanjat dan memeriksa air-con berjenama York itu. Dibuka
bahagian penutupnya dan ditarik penapis udara alat pendingin udara
tersebut.
”Air-con ini perlu di servis. Banyak habuk.” Raju menjerit agak kuat.
”Berapa lama lu tak servis ini air-con.” Tanya Ah Tong kepada Tini.
”Mungkin satu tahun. Sejak beli memang tak pernah servis.” Jawab Tini.
”Patutlah jem. Air-con kena servis enam bulan sekali.” Terang Ah Tong.
”Buatlah apa yang patut. Asal dia jalan balik sudahlah.”
”Raju, lu bawak turun itu air-con dan cuci di luar sana,” perintah Ah Tong sambil menunjuk ke halaman yang ada paip air.
Tini dan Ah Tong duduk saja di ruang tamu sambil memerhati Raju
membersih air-con. Tiba-tiba Tini teringat dvd playernya yang tidak
mengeluarkan gambar di bilik tidurnya.
”Ah Tong, lu boleh tengok dvd player saya di tingkat atas. Sudah dua hari rosak.”
Ah Tong dan Tini naik ke tingkat atas banglo dua tingkat itu. Ah
Tong langsung menuju ke meja rendah di sudit bilik tempat tv dan dvd
player di tempatkan. Sambil bersila di atas karpet tebal Ah Tong
memeriksa dvd player yang dimaksudkan. Tini duduk di pinggir katil
lebar bertilam tebal yang empuk memerhati Ah Tong si apek cina yang
sedang membelek dvd player jenama Sony.
Di bahagian belakang rumah kucing Tini masih galak berasmara.
Suara-suara kucing betina yang sedang miang jelas di kuping telinga
Tini. Suara jeritan kucing betina yang sedang dikongkek oleh kucing
jantan menghantui fikiran Tini. Bayangan zakar berduri keluar masuk
lubang burit kucing betina menimbul resah di fikiran Tini. Tanpa sadar
Tini meraba kemaluannya dan cairan panas mengalir perlahan membasahi
bibir-bibir yang mula membengkak.
Tini memerhati Ah Tong yang memakai seluar pendek berkaki lebar.
Celah kelangkang apek tua itu diperhati. Tini mula membayangkan batang
bulat kepunyaan Ah Tong. Tini tak kisah lagi Ah Tong yang tua itu. Yang
difikirkannya batang pelir yang mampu mengeras dan mampu menyelam dalam
lubang kemaluannya yang terasa gatal-gatal.
Ah Tong, lu boleh servis barang gua tak. Dah dua tahun tak servis.”
“Barang apa tu?”
“Ini.” Tini menunjuk ke arah kelangkangnya sambil tersenyum.
“Lu jangan main-main.” Apek tua membelalakkan matanya ke arah Tini yang senyum-senyum menggoda.
“Gua tak main-main. Boleh ke lu servis.” Tini bersura manja.
Jari-jari Tini mula melepaskan satu persatu kancing baju yang
dipakainya. Blous labuh dan longgar itu dilepaskan dari tubuhnya.
Terpegun Ah Tong melihat Tini yang berkulit bersih telanjang bulat
bagaikan boneka di hadapannya. Lelaki cina separuh baya itu terkaku.
Jantungnya berdenyut kencang dan alat kelaminnya mula mengeras.
Ah Tong hanya menelan liur melihat wanita muda di hadapannya. Janda
berusia 25 tahun itu sungguh mengiurkan. Berkulit putih halus dan
tinggi lampai, Tini kelihatan amat sempurna. Buah dada yang sempurna
bentuknya, pinggang yang ramping dan tundun yang dihiasi bulu-bulu
halus teramat indah. Ah Tong terpaku dengan mulut ternganga melihat
pemandangan indah di hadapannya. Indahnya ciptaan tuhan, fikirnya.
Tini yang masih duduk di katil menarik tangan Ah Tong. Ah Tong
terduduk di sisi Tini. Semerbak bau harum badan dan rambut Tini menerpa
ke lubang hidungnya. Sungguh pun sudah tua tetapi bila berdekatan degan
wanita perasaan ghairahnya bangkit juga. Naluri lelakinya tercabar bila
wanita muda cantik molek memulakan aksi.
”Ah Tong, lu tak suka gua,” rengek Tini dengan nada merayu.
”Lu jangan main-main, Tini. Walau pun gua sudah tua tapi barang gua
masih OK,” jawab Ah Tong terketar-ketar kerana dipengaruhi gelora nafsu.
Apek tua memerhati badan Tini yang masih solid itu terdedah. Buah
dadanya yang pejal dan kenyal membukit. Putingnya yang berwarna merah
sebesar kelingking mengeras. Mata Ah Tong terbeliak memandang
pertunjukan percuma di hadapannya. Dengan lembut Tini menarik tangan Ah
Tong dan diletakkan di atas buah dadanya. Jantung Ah Tong berdenyut
kencang dan buah dada mengkal tersebut di usik dan diramas
perlahan-lahan. Lembut, kenyal, licin dan seribu satu perasaan menjalar
ke otak Ah Tong, cina tua yang sudah lama kematian isteri. Ah Tong
menarik nafas panjang dan menelan liur.
Jantung Ah Tong makin bertambah kencang. Sementara tangannya meramas
dan memicit gunung kembar Tini, matanya tak lekang daripada celah paha
Tini. Faham dengan maksud Ah Tong, Tini merenggangkan kedua pahanya
menampakkan kemaluannya yang sentiasa dijaga kemas. Bulu-bulu di
bahagian pinggir dicukur licin hanya di bahagian tengah tundun di
tinggal sedikit. Bulu-bulu hitam pendek itu sungguh cantik pada
pandangan Ah Tong. Mata Ah Tong terbeliak melotot pemandangan yang
telah lama tidak dilihatnya. Perasaan geramnya bertambah-tambah.
Tini makin menggoda Ah Tong. Pahanya dikangkang lebih luas
menampakkan lurah yang merekah. Bibir kemaluan yang lembut dan merah
benar-benar membuat keinginan Ah Tong ditahap maksima. Ah Tong terus
menerkam burit tembam Tini. Sudah lama dia tidak melihat burit
perempuan. Burit terbelah merah di hadapannya benar-benar memukau. Dia
melutut sambil menghidu bulu-bulu halus di tundun yang membukit.
Hidungnya kemudian bergerak ke bawah ke lurah yang sedang merekah
lembab. Bau burit Tini disedut dalam-dalam. Aroma khas kemaluan wanita
dihidu, nafasnya ditarik dalam-dalam. Pertama kali dalam hidupnya dia
mencium burit perempuan melayu. Sungguh segar berbanding bau burit cina
kepunyaan isterinya dulu.
Puas menghidu aroma vagina, Ah Tong mula menjilat bibir burit Tini
yang merah dan lembut, sementara Tini mengangkang lebih luas memudahkan
apek tua bertindak. Tini menderam halus… aahh… ahhhhh.. issshhh… Tini
membiarkan lidah kasar Ah Tong meneroka lubang keramatnya. Ah Tong
mengigit lembut kelentitnya. Ah Tong teramat suka kepanasan dan aroma
burit Tini. Sudah lama Ah Tong tak pernah tidur dengan perempuan sejak
isterinya mati lima tahun dulu. Dia tidak pernah memantat perempuan
melayu sebelum ini. Kawan-kawannya bercerita burit perempuan melayu
ketat dan panas. Rezeki depan mata takkan dia lepaskan begitu saja.
Pelirnya yang telah lama bertapa akan menemukan pasangannya.
Pelir Ah Tong meronta-ronta ingin keluar dari seluar. Secara spontan
Ah Tong melurutkan seluarnya. Batangnya yang keras mencanak dengan
kulit nipis masih menutup kepala pelir. Tini terpegun melihat Ah Tong
yang berumur separuh baya masih gagah. Pelirnya biasa-biasa saja,
taklah besar lebih kurang kepunyaan suaminya saja.
Tini memegang dan melurut pelir Ah Tong. Kulit kulup bergerak dan
menampakkan kepala licin sungguh merah. Pertama kali Tini memegang
kemaluan orang lain selain suaminya. Dan pertama kali juga dia melihat
dan memegang zakar lelaki dewasa yang tak berkhatan, pelir yang kulit
kulupnya masih utuh. Begini rupanya pelir tak bersunat, fikir Tini.
“Apek, lu tak bersunatkah.. kenapa lu tak potong kulit kulup ni?”
tanya Tini sambil bermain dengan muncung kulup. Dilancap dan dilurut
batang tua kepunyaan apek cina. Batang coklat muda berkepala merah
sekejap terbuka sekejap tertutup. Lucu pada penglihatan Tini.
“Mana ada orang cina sunat. Lu tak suka ke lancau tak sunat?”
Tini mendekatkan batang hidungnya ke kepala pelir Ah Tong yang
kembang bulat. Dicium bau pelir Ah Tong. Memang ada bau keras di situ.
Berbeza dengan bau kepala pelir suaminya. Bila saja bau kepala pelir Ah
Tong disedutnya, buritnya tiba-tiba mengemut. Sejak dulu lagi Tini
mengidam nak merasa batang cina. Batang hindu pun dia teringin nak rasa.
“Sekali lu rasa lancau tak potong, nanti lu boleh ketagih ooo”.
”Kenapa? Lancau tak potong ada dadah kaa sampai boleh ketagih?”
”Itu dadah untuk mulut atas. Ini lancau untuk mulut bawah. Sekali lu rasa nanti tiap hari lu mau.”
”Mulut atas tak boleh hisap lancau ke apek?”
”Boleh, boleh.. tapi bini gua tak pernah hisap lancau gua”.
”Mari sini, dekat sikit. Gua mau hisap lu punya lancau. Nanti lu boleh ketagih, apek”.
Ah Tong amat teruja bila Tini mau menghisap lancaunya. Belum pernah
lancaunya dihisap orang. Sekarang wanita melayu yang cantik dengan
bibir merah ingin menghisap batang butuhnya. Tak sabar dia menyuakan
batang pelirnya yang keras berdenyut-denyut ke muka Tini. Kepala merah
bertambah kilatnya kerana Ah Tong sudah amat terangsang. Sengaja kulit
kulupnya ditarik ke belakang supaya kepala licin selesa dalam mulut
Tini yang mungil.
Ah Tong berdiri di tepi katil. Tini masih duduk telanjang bulat di
atas tilam. Ah Tong bergerak menghampiri Tini. Batang butuhnya
bertul-betul berada di hadapan muka Tini. Tini memegang lembut
melurut-lurut batang tua yang keras terpacak tersebut. Kepala merah
sekejap ada sekejap hilang mengikut irama lancapan Tini. Ah Tong dah
tak sabar lagi ingin merasai bibir merah yang basah tersebut mengepit
batang pelirnya.
Apek tua bangun berdiri. Batang kulupnya dihalakan ke muka Tini.
Tini memegang lembut batang tua tersebut. Kepala merah yang telah
terkeluar dari sarungnya dijilat dan dikulum, Ah Tong dapat merasakan
kehangatan mulut Tini. Beberapa kali dikemut dengan bibir mungil dan
mulut yang basah hangat, Ah Tong rasa macam nak terpancut.
”Cukup, cukup… gua tak mau pancut dalam mulut. Gua mau pancut dalam lu punya burit,” pinta Ah Tong.
“Kalau lu mau rasa burit gua lu kena kasi free servis air-con.”
“Mana boleh free, gua kena bayar gaji Raju.”
“Kalau tak boleh lu boleh simpan saja lancau lu.”
“Mana boleh, gua dah tak tahan ni. OKlah servis air-con free.”
“OK, kira jadi. Sekarang lu boleh cuba lubang gua yang sempit ni.”
Tini bergerak ke tengah tilam. Pahanya dikangkang. Ah Tong bergerak
rapat ke celah paha. Kepala merah yang masih tertutup kulup menuju ke
lurah yang telah basah dan banjir dengan air liur Ah Tong bercampur air
mazi Tini. Tini tak sabar ingin mencuba batang berkulup. Kata orang
kulit kulup yang berlipat-lipat itu terasa lebih nikmat bila bergesel
dengan dinding burit. Kepala merah mula terbenam menyelam ke telaga
nikmat. Lubang Tini sungguh rapat dan sempit. Ah Tong dapat merasakan
kulit kulupnya tertolak ke belakang bila dia menekan batang butuhnya.
Bila ditarik kulit kulup kembali menutup kepala pelirnya. Batang tua
itu susah juga nak masuk, sampai bengkok-bengkok bila Ah Tong menekan
kuat. Kepalanya yang sensitif itu terasa sungguh geli. Sungguh hangat
lubang Tini, macam nak terbakar kepala pelirnya.
“Arghhh manyak kecik la ini lubang, lu pakai apa Tini, lu minum jamu
ke?”, Ah Tong cuba menujah lagi supaya pelirnya masuk lebih dalam.
Batang tua itu agak sukar menembusi lubang Tini yang masih muda itu.
Sudah lama Ah Tong tak memburit. Batang tua itu hanya diguna untuk
kencing saja. Sudah lima tahun batang itu bertapa. Kalau besi mungkin
dah berkarat. Tini terlentang menanti tindakan lanjut Ah Tong. Gelojoh
betul orang tua ni. Tangan Ah Tong mula mencari buah dada Tini. Dia
menggentel dan meramas kasar. Ah Tong mula menyorong tarik batangnya.
Sekali, dua kali, tiga kali… Tini mengemut kuat… Buah dadanya
bergoyang-goyang seiring dengan dayungan Ah Tong. Sedap juga batang
cina tua ini. Tini gembira dapat merasai batang butuh tak bersunat.
Terbeliak matanya bila Ah Tong menekan hingga ke pangkal.
Raju yang telah selesai memperbaiki air-con sudah lama menunggu Ah
Tong. Raju agak hairan kenapa Ah Tong tak turun-turun. Raju menapak
anak tangga menuju ke atas. Dari bilik yang tak tertutup pintunya Raju
mendengar suara orang mengerang. Melalui pintu yang tidak ditutup Raju
terpaku melihat Ah Tong sedang berada di celah paha Tini. Jelas
terlihat batang pelir Ah Tong yang berlumuran lendir keluar masuk dalam
lubang burit Tini yang juga basah berlendir. Ah Tong mendengus, Tini
mengerang. Dua-duanya sedang keenakan. Lelaki cina tua perut boroi
mendakap erat tubuh perempuan melayu cantik molek berkulit putih gebu.
“Ahhhh Tini, manyak sedap ooo… “ Ah Tong tak tahan lagi.. kepala
pelirnya terasa sangat geli, batangnya bagai diperah-perah oleh burit
Tini yang mula basah. Dia menyorong lagi, sekali, dua kali, dan batang
tua itu tak dapat bertahan lama dikepit oleh lubang muda. Creettt..
creettt.. air maninya ditembak ke dalam burit Tini. Air benih yang
disimpan lama sungguh pekat. Tini dpat merasakan kehangatannya. Apek
tua itu kehabisan nafas. Dia rebah di sebelah Tini.
“Kenapa cepat sangat apek lu dah kalah. Gua tak puas lagi.”
”Ah tak boleh tahan, dah lama tak main looo. Lu punya barang sungguh ketat. Tak boleh tahan… geli.”
Ah Tong terbaring keletihan di sisi Tini. Tini masih terlentang
dengan kaki terbuka. Matanya terpejam dengan perasaan sedikit kecewa.
Ah Tong tak mampu memberinya kepuasan. Belum apa-apa apek tua itu sudah
menyerah kalah. Kulup cina tua tak mampu bertahan lama. Tini baru
separuh jalan, apek tua sudah menyerah.
Mata Raju terbeliak, nafsunya meronta-ronta, batang butuhnya terpacak keras…

SUAMI PUNYA WIL, AKU PUNYA SELINGKUH

Entah apa yang salah dari perkawinan kami. Setelah kutahu kalau suamiku punya WIL (wanita idaman lain), akupun nekat membalasnya dengan memelihara seorang lelaki untuk dijadikan teman selingkuh.

Kehancuran rumah tanggaku mulai terkuak ketika aku mendapati suamiku Ardi (samaran) berselingkuh dengan seorang wanita muda yang masih berstatus mahasiswa. Mereka ternyata telah menikah, diam-diam, Pikiranku kacau, aku tak mampu mengendalikan diri. Perasaan cinta dan kesetiaan yang kujaga selama ini telah dihancurkan Ardi. Meski aku mencoba bertahan dengan kondisi rumah tangga yang sudah awut-awutan, namun imanku sudah terkoyak. Jadinya apa? Hanya dendam yang membelenggu di benakku. Aku mulai mencari bagaimana mengobati sakit hatiku selama ini. Kalau harus cerai dengan Ardi, aku harus berpikir dulu karena tidak punya apa-apa lagi di kota ini. Kedua orang tuaku sekarang ada di Jawa, sementara aku sama sekali tidak punya pekerjaan untuk menopang hidup seorang diri.

Makanya, aku mencoba mempertahankan rumah tangga kami. Suamiku yang seorang pengusaha, menjanjikan akan memenuhi semua kebutuhan asal aku tidak lagi meributkan pernikahannya dengan wanita itu. Untuk langkah pertama, aku menerima keputusan itu. Aku pikir, itu jauh lebih baik ketimbang mengambil tindakan yang bisa merugikan rencanaku.

Tepat sekali, ketika Ardi pergi berbulan madu dengan isteri mudanya ke Jakarta, aku memanfaatkan kesempatan itu untuk mencari hiburan di luar rumah. Kebetulan saja, Ardi memberi uang belanja untuk sebulan, yang jumlahnya lumayan banyak untuk kuhamburkan.

Mulailah aku berkenalan dengan dunia malam. Beberapa diskotik, bar dan tempat hiburan kelas atas kujelajahi. Sampai suatu hari aku berkenalan dengan seorang pemuda di suatu tempat hiburan di hotel berbintang. Ketampanannya cukup membuatku tergiur, apalagi selama ini, hampir tak pernah lagi Ardi menyentuhku. Sebagai wanita normal, tentu saja aku sangat mengharapkan belaian hangat seorang lelaki. Perkenalanku dengan pemuda yang bernama Haris (samaran), seolah membuka kesempatan bagiku untuk balas dendam. Apalagi kulihat, Haris cukup pandai menaklukan wanita, termasuk aku. Hanya dalam tempo seminggu setelah perkenalan kami malam itu, aku dan Haris sudah melanjutkan hubungan di atas ranjang. Tak terpikirkan lagi olehku, bagaimana dosa yang harus kutanggung atas perselingkuhan ini. Yang penting aku bisa menikmati kehangatan Haris dan membalas sakit hatiku pada Ardi.

Berbulan-bulan hubungan gelap itu kujalani dengan Haris. Hingga kinipun, aku dan Haris masih terus berhubungan. Kalau suami lagi nginap di rumah istri mudanya, maka Harislah yang menggantikannya untuk menghangatkan malamku. Atau kalau tidak, kami bisa melakukannya di hotel. begitulah seterusnya hubungan terlarang ini berlanjut. Entah kapan semua ini akan kuakhiri. Yang pasti, aku menikmatinya. Sayang, kini bukan lagi karena dendam, namun rasa - rasanya aku mulai benar - benar jatuh cintah pada Haris.

Sabtu, 03 Januari 2009

Aku diperkosa tetangga bibiku!

Namaku Sabrina.
Aku berusia 17 tahun, dan tinggal dipinggiran kota utara California.
Apa yang terjadi padaku tahun lalu sangat begitu ‘berbekas’ dan traumatik.

Setelah menjalani persidangan dan menjalani perawatan psikiater 7 bulan lalu, aku yakin dengan menulis kisah pengalamnku, akan sedikit membantu menghilangkan trauma ini.

Jujur saya katakan, trauma yg kualami tidaklah begitu parah saat peristiwa pemerkosaan itu terjadi.
Tapi setidaknya saya bisa bertahan hingga saat ini.

Beginilah kisahnya:

Saat itu aku akan pulang dari bermain di rumah teman, Stacey.
Kami dalam liburan musim panas.
Hari itu hari kamis, 22 September, tepatnya 1 tahun yang lalu.
Tanggal itu selalu kuingat sepanjang hayatku.
Hari itu begitu panas, shg Stacey menawarkan dirinya padaku untuk mengantarku pulang, tapi aku menolak.
Jarak rumah kami hanya beberapa blok saja.

Waktu menunjukkan pukul 1:00 siang.
Kutelepon ibuku dgn hp, aku pulang agak sedikit terlambat, tetapi aku akan segera berada di rumah segera.

Akupun mengendarai mobilku menuju rumah paman dan bibiku sore itu.
Cukup lama aku tidak bertemu dengan saudara sepupuku, Emily, setahun lebih.
Jadi kuputuskan bulat untuk melihatnya sebentar.

Rumah itu seperti sepi.
Saat aku mengeliling sudut rumahnya, terjadi sesuatu yang sangat mengejutkanku. Apapun itu, membuatku sangat shock dan tidak sadar.

Kejadian berikutnya yang aku ingat, aku berada di sebuah ruangan gelap.
Lantai yg terbuat dari semen itu, dan sebuah lampu kecil di dekat ventilasi.

Akupun ingat disana ada 1 buah TV yg menempel pada dinding, dekat ventilasi, dalam keadaan mati.

Berikutnya yg kulihat juga adalah sepasang speaker. Mirip seperti yg ada pada stadium baseball, yg berguna sebagai media informasi. Suaranya hanya mengeluarkan desiran bunyi blower AC. Ruangan tersebut sangat dingin, jauh berbeda dengan suhu luar.

Akupun segera mencari keberadaan pintu kamar, tapi aku tidak menemukannya.
Saat itu aku mulai panik. JAntungku berdetak keras, dan aku tidak tahu berada dimana saat ini.

Tak lama kemudian terdengar suara dari speaker tersebut. Sepertinya suara tersebut diproses dengan bantuan software komputer atau sejenisnya, karena suara tsb terlalu aneh. Sangat berat dan bergema.

“Selamat datang di kamar tahananku, Sabrian”, suara itu bergema pelan tetapi sangat jelas.

“Siapa kamu. dan apa yang kamu inginkan?” tanyaku.
Detak jantungku bertambah keras, setelah kuyakin aku sedang diculuk.
Dan ketakutakanku yang paling memuncak adalah AKU AKAN DIBUNUH.

“Tidak perlu tahu siapa aku atau rupaku, Sabrina. Mulai saat ini kamu harus melakukan apa yang kuperintah”, Suara itu terdengar kembali.

Aku berusaha untuk menenangkan diri dengan berkata dalam hati, ‘Ini hanyalah lelucon orang yg tidak waras’.

“Okay, cukup sudah lelucon ini, siapa ini?” tanyaku sambil tertawa, seolah-olah aku mengetahui permainan ini.

“INI BUKAN LELUCON Sabrina!” balas suar itu mengema. “KAMU HARUS MELAKUKAN APA YANG AKU PERINTAH. Apakah kamu mengerti?”

“Ya, aku mengerti” balasku menantang.
Sepertinya ‘ia’ ingin meniru beberapa aksi dalam film2 yg biasa kita tonton.

“Peraturannya sangat sederhana. Jika kamu tidak menuruti perintahku, kamu tidak akan mendapat makanan, air minum, penerangan dan udara segar.” KAtanya tegas mengancam.

Tiba-tiba ruangan gelap seketika, ac mati, dan perlahan udara mulai pengap dan panas. Aku berusaha bertahan hingga suhu ruangan mulai bertambah panas.
Aku sudah tidak tahan. “Tolong, jangan…jangan lakukan itu. Aku akan menuruti perintahmu” kataku memohon.

“Click”, lampu menyala, dan suara kipas ac mulai berputar.

“Buka pakaianmu wanita nakal, ….SEKARANG!” terdengar suara itu lagi memerintah.

“Tolong, jangan. Jangan menyuruhku melakukan demikian”, aku memohon.

“Click”, lampu mati dan ac pun mati.

“Baik…baik”, balasku menuruti.

Setelah lampu menyala dan AC hidup, aku segera melepas satu persatu pakaianku.
Sekarang aku hanya mengenakan celana dalam dan BH saja.
Ternyata ruangan bertambah terang dengan hidupnya lampu lain yang menempel pada dinding lain. Aku tidak tahu kalau lampu sorot itu ada didinding lain.
Dan didinding tersebut kemudian nampak kaca/cermin berukuran sedang yang menempel pada dinding.

Sekarang aku yakin, ‘pria’ ada dibalik kaca tersebut.

“Hadap ke kaca ini, ….Aku ingin melihat dirimu”. “Buka semua pakaianmu!”, suara itu kembali memerintah.

Sambil menghadap kaca, akupun melepaskan BH-ku.
Samar kudengar dari speaker itu, hembusan nafasnya yang sedikit kencang. Sepertinya ia mengamati dan menikmati setiap sisi tubuhku.

“Gengam payudaramu dengan kedua tanganmu…..pelintir puting susumu”, perintahnya kembali.

Aku hanya berfikir, ‘Seperti apa perilaku aneh fucker satu ini, hingga menyuruhku berbuat demikian’. Tapi mengingat kondisiku yang seperti ini, aku tidak bisa berbuat apa-apa.

Perlahan kuremas payudaraku sendiri dan kupilun kedua puting susuku. Kulakukan sesuai apa yang ia perintah.

“Aku suka payudaramu….begitu menantang dan lembut….PELINTIR LAGI PUTINGMU!. Ah..begitu..Sabrina….kau melakukan dengan benar. Sekarang lepaskan celana dalammu!”

“TTT tolong, saya, saya……”

Kembali semua lampu mati berikut AC-nya.

“OKAY, OKAY” aku berteriak kembali, “Kamu menang”, balasku kesal.

“Nah…itu lebih baik Sabrina. Sekarang buka celana dalammu, aku akan memanaskan ruangan ini agar pantatmu sedikit berkeringat, apakah kamu mengerti?”

“Ya tuan, aku mengerti”, balasku pelan.

“Oh..yeah…pantatmu begitu indah..Sabrina”. “Hadapkan pantat itu padaku, atur posisinya untuk menunging, dan gosok dgn kedua tanganmu!”, perintahnya lagi sambil memuji.

“Oh..yes..Sabrina..pantat dan bibir vaginamu begitu indah….Sekarang tekan dan masukkan jarimu dalan vaginamu”, perintahnya lagi.

Akupun hanya menuruti perintahnya. Perlahan aku mulai memasukkan jari tengahku dalam vaginaku.

“Vaginamu begitu segar..Sabrina..uhh, uhh. uhhh”. “Aku akan keluar Sabrina…”, celotehnya sambil melihat aksiku.
Sepertinya ia sedang onani.

“Lebih keras lagi Sabrina…masukkan jarimu lebih keras lagi!”, perintahnya.

“Sekarang cabut jarimu, dan mulailah untuk keluar-masuk dalam vaginamu dengan keras”, perintahnya lagi.

Aku hanya diam. Aku tidak ingin melakukannya.
Lampupun segera mati berikut benda jahanam AC itu.

“Okay..okay…”, teriakku kesal.

Akupun menurutinya.
Kurasakan vaginaku mulai membasah akibat jari tanganku yang mengesek-gesek klitorisku.
Tak sadar kalau aku sedang diculik, aku mulai terangsang.
Tapi aku sadar kalau ia mengamatiku dan aku tidak ingin keparat ini mengetahui kondisiku.

“Terus lakukan Sabrina, buat dirimu terangsang”, perintahnya lagi.

“Sial…sepertinya ia mengerti apa yg kurasakan saat ini”, teriakku dalam hati.

Tak terasa aku mulai orgasm. Cairan spermaku mulai keluar dari vaginaku dan mengalir di kedua pahaku.

“Ohhh…yeah..”, teriaku dalam hati saat aku mencapai orgasm.
Kakiku mengejang beberapa saat saat orgasme itu datang mencapai puncak.

“Ughhhhh yaaaaa, Aku datang Sabrina…..ohhhh yaaaaa………ohhhh, Sabrina, Aku keluar…..ooohhhh”, suaranya berteriak keras.

“Ohh…spermaku begitu hangat. Menempel di penis dan tanganku”, katanya memberitahu.

Perkataannya sungguh menambah imaginasi seksku. Jelas kubayangkan bagaimana sperma pria yang sedang menyembur keluar.
Akupun semakin keras ‘menekan’ vaginaku dengan perkataannya…dan orgasme ke2 datang kembali…Aku mengejang dan menikmati klimaks tersebut…

Setelah selesai aku duduk kembali tanpa menunggu perintahnya.
Tak ada kata-kata dari dia setelah aksi ini.
Keadaan begitu sepi dan aku sangat capek. Tanpa kusadari aku sudah tertidur.

Entah berapa jam aku tertidur, saat aku sadar suara pintu yang terbuka dan suasana ruangan yang gelap tapi dingin.

“Bangun Sabrina”, katanya.

Aku sadar. Ternyata kedua kaki dan tanganku telah terikat.

Aku mencari suara itu, dan ternyata ia sudah berada diselangkanganku.
Pemuda tersebut termasuk tampan. Seandainya kami berteman baik dan berpacaran mungkin aku menikmati aksi ini.

Perlahan tangannya mulai menjalar tubuhku sedangkan kepalanya tetap berada diantara selangkanganku.
Tangan itu mulai meraih payudaraku dan memainkan puting susuku secara bergantian.

Hembusan nafasnya terasa hangat saat wajahnya mulai mendekati selangkanganku.

Aku mulai menangis.

“Jangan khawatir Sabrina, Aku tidak akan melukaimu,…jika kamu menuruti perintahku”, katanya meyakinkanku.

“Tolong…aku akan lakukan apa yg kau inginkan, tapi jangan perkosa saya”, pintaku memelas padanya.

Tiba2 tangannya menampar wajahku.

“Aku yang membuat peraturan disini Sabrina! Kamu cukup tutup mulut dan lakukan apa yang aku katakan”, teriaknya marah.

Aku menjadi gemetar mendengar ancamannya ditambah rasa yang sedikit sakit pada pipiku.
Selanjutnya ia segera mencium pinggulku dan bergerak menuju selangkanganku.

“Ummmm”, erangnya sambil menjilati bibir vaginaku hingga akirnya lidah itu mulai masuk ke vaginakku.

Aku lepas kontrol, secara refleks aku membuka selangkanganku lebih lebar agar ia bisa memasukkan lidahnya kedalam vaginaku lebih dalam lagi.

Aku sudah tidak perduli lagi denga status diriku saat ini. Semakin dalam lidahnya menjalar vaginaku semakin aku tidak perduli dengannya.
Vaginaku mulai basah dan bertambah basah.

“Aku akan segera memasukkan penisku ke vaginamu.. Sabrina”, katanya lagi setelah merasa puas “mencicipi” vaginaku.

Ia segera mengambil posisi untuk mulai menancapkan penisnya di vaginaku.

“Ugh…rasakan ini!”, erangnya saat menancapkan batang penisnya dalam vaginaku.

“Oughhh…”, tahanku saat batang penis itu mulai terbenam secara perlahan dalam vaginaku.
Penis itu berukuran besar. Vaginaku terasa sesak dengan benda tersebut.

Tetapi sepertinya ia masih akan menancapkan batangnya lebih dalam.

‘Ohhh…my god…. Ini terlalu besar!’, teriaku dalam hati.

“Cukup…cukup…aku sakit…”, tangisku berontak.

“Ayolah…Sabrina..kamu pasti suka ini”. katanya memprotes tangisku.

Dan kembali kali ini ia menekan penuh batang penisnya. “OUuuwwww….tidakkkk”, teriakku keras.
cerita perkosaan
Aku berontak keras dengan terjangan penis itu.
Ini tidak seperti yang kubayangkan.

“Cukup…cukup…cukkupp”, kataku memelas dengan sangat.

Vaginaku terasa tersumbat rapat. Tak ada ruang sama sekali dalam vaginaku sehingga bisa membuatku sedikit nyaman.

“Ohhhh…ya, ohhhh…ya”, balasna padaku. Iapun mulai mengenjot vaginaku cepat dan semakin cepat.
Ia tidak perduli sama sekali dengan kondisiku yang menahan sakit akibat gesekan keras otot vaginaku dengan batang penisnya.
Terasa perih, ngilu dan sakit.

Seolah ia tak perduli dengan penderitaanku, hingga ia semakin mempercepat genjotannya.
Nafasnya semakin cepat dan sepertinya ia akan segera keluar.

“Oh fuckkkkkk”, jeritnya keras.

Aku merasakan bagaimana denyut batang penis dan semburan spermanya dalam vaginaku.
Entah berapa kali ia menyemprotkan spermanya dalam vaginaku hingga kurasakan cukup banyak yang keluar sperma tersebut dari vaginaku saat ia mencabut keluar batang penisnya.
Mengalir deras membasahi dan mengarah kelubang anusku.

“Uhhhhh God”. teriaknya puas.

Ia menyentuh kembali payudaraku dan meremasnya. Kemudian ia duduk dikursi yang berada di depan ranjangku.

Sambil menghidupkan sebatang rokok ia berkomentar, “Vagina mu terasa kencang Sabrina, menyenangkan sekali penisku mengenjotnya”.

“Tidakkah kamu menikmatinya, Sabrina?”, tanyanya padakku.

Aku hanya diam dan terisak menahan perih di vaginaku.
Tapi aku tidak bisa apa dengan posisi terikat ini.
Ingin rasanya aku mengurut vaginaku yang terasa sakit dan pegal.
Penis jahanam ini, bukanlah ukuran yang normal.

Perlahan ia mulai bangkit dari kursinya dan mendekatiku kembali.
“Jangan…jangan lagi..”, teriakku memelas.

“Tenang..Sabrina”, balasnya santai.

Iapun mengambil kertas tisue dan membersihkan sperma yang mengalir diselangkanganku.

Sambil membersihkan selangkanganku ia berkata, “Seandainya..kamu meerima…permainan kita tadi…mungkin kamu akan menikmatinya..”, katanya sambil berkomentar.

“Aku sakit…tolong lepaskan aku”, protesku tanpa perduli dengan ocehannya.

Pria bangsat ini sepertinya tidak akan melepaskanku. Ia hanya tertawa terkekeh-kekeh sambil membersihkan permukaan bibir vaginaku.

Disaat membersihkan cairan vagina yg mengalir pada anusku…kurasakan jarinya mulai nakal dengam sedikit menekan lubang anusku.

“Hentikan itu…hentikan itu”, berontak lagi.

“Tenang Sabrina…aku hanya membersihkan sedikit sperma yang ada pada anusmu”, katanya menasehati.
Aku hanya terisak-isak. Pikiranku sudah tidak menentu.

Perlahan kurasakan kepalanya mulai mengarah pada anusku, kemudian menjilati bekas sperma yang ada pada anusku.

Aku sudah tidak perduli lagi dengan aksinya. Yang kuinginkan sekarang agar ia menyelesaikan permainan ini dan membiarkan aku pergi.

Cukup lama juga ia menjilati anusku hingga rasanya anusku basah karena air liurnya.

Kemudian ia segera membalikkan tubuhku.

Aku pikir ia telah selesai dengan permainan ini.
Tapi tidak. Ini belum berakhir.

“Apalagi sekarang?”, teriakku keras.

“Hei…aku yang berkuasa disini Sabrina. Turuti kataku, dan kujamin engkau akan selamat”, perintahnya tegas membalas.

“Tolong lepaskan aku…Aku berjanji tidak akan mengatakan pada siapapun atas kejadian ini”, kataku memelas sambil memberinya janji.

Ia hanya diam tanpa membalas permintaanku.
Yang kuingat ia mulai mengangkat pantatku dan ia duduk tetap didepan pantatku.

Ia mulai memasukkan jarinya pada anusku, diselingi ciuman pada anusku.

Aku hanya berontak, tapi tidak bisa berbuat apa-apa. Posisi duduk yang tepat diantara selangkangan pahaku membuatnya leluasa memainkan anus dan vaginaku.

“Okay..Sabrina…aku harap kau bisa menikmati permainan ini dan bisa kita akhiri dengan cepat kejadian ini”, katanya berjanji.
Aku hanya diam dan berharap ia segera mengakhiri penyiksaan ini.

Ia kemudian mengarahkan penisnya pada anusku.

Posisi pantatku yang ia angkat memudahkannya dalam penetrasi awal.
Dengan kondisi yang menungging ia mulai sedikit demi sedikit memasukkan penisnya pada anusku.

Aku sudah tidak tahan lagi menahan posisi menungging ini saat ia mulai menghunuskan batang penisnya lebih dalam.
Aku terjerembab di kasur saat batang besar itu mulai masuk lebih dalam ke anusku.

Dalam posisi terjerembabpun ia masih berusaha terus untuk menancapkan batang penisnya secara penuh pada anusku.
diperkosa tetangga
Aku hanya berusaha menahan segala rasa sakit dari setiap inchi batang penis saat masuk lebih dalam.

“Ayo…wanita jalang…kamu pasti bisa menikmatinya!”, teriaknya sambil menekan habis batang penisnya.

“Ooouuggghh…”, aku berteriak sambil menahan rasa sakit.

Perlahan gerakan semakin cepat dalam mengenjot anusku.

“Ohhh….yeaahhhh…ohh…yeahh…”, erangnya sambil mengenjot anusku.
cerita seks pemerkosaan
Ia sangat menikmati sekali aksi kali ini, sedangkan aku berusaha menahan rasa sakit.

Tapi rasa sakit itu tak lama kemudian sedikit menghilang dan menjadi sedikit nikmat saat jari tangannya memainkan klitoris vaginaku.

Aku mulai menikmati genjotannya pada anusku selagi ia terus mempermainkan klitorisku.
Tapi aku tidak ingin menunjukkan ekspresi birahiku pada bangsat ini.
Vaginaku mulai lembab kembali dan sedikit basah.

“Ohhh…yeahhh…sayang….sekarang kamu menikmatinya…ya”, cerocosnya sambil terus mengenjot anusku.

Bangsat…seperti..ia tahu aku menikmati aksi terakhir ini….

Semakin cepat ia mengenjot anusku, semakin cepat pula gesekan pada klitorisku.
Aku hanya diam tapi birahiku mulai bicara.

“Ohh….yess….ohhh..yess…Sabrina. Pantatmu rasanya lebih nikmat”, erangnya liar.

Aku biarkan saja aksi dan celotehannya, mencoba sedikit menikmati orgasme ku yg mulai bangkit.

Aku sudah mulai tidak tahan dan kedua ‘lobangku’ yang dikerjain seperti ini.

Aku mulai mencapai puncaknya…dan…akhhh…aku keluarrr….Oughhh…aku sedikit mengejang di moment ini, walaupun anusku tak henti-hentinya ia genjoti.

Sepertinya ia pun segera mencapai puncaknya dan segera merangkulku dengan keras dari belakang. Sambil mempertahankan penisnya dalam anusku, sepertinya ia ingin agar spermanya menyemprot dalam anusku.

Rangkulannya begitu keras, hingga beberapa kali kurasakan semprotan spermanya dalam anusku.

“Ohh…yess….yess…yesss…..”, erangnya keras sambil menyemprotkan spermanya.
cerita seks pemerkosaan
Setelah spermanya keluar dan batang penis itu mulai lemas, ia lalu mencabutnya dan mengarahkan batang penis itu padaku untuk aku kulum dan bersihkan.
Aku menolak tapi ia memaksa.
Batang penis itupun aku kulum dan kubersihkan sisa sperma yang masih menempel pada batang penis itu.
cerita dewasa pemerkosaan

Sesaat ia terkulai lemas di punggungku dan tak lama kemudian ia segera keluar dari ruangan itu yang sebelumnya telah melepaskan semua ikatan pada tangan dan mataku.

Tak lama kemudian kudengar kembali suara dari speaker itu, “Aku punya sesuatu untukmu Sabrina.”

Tak lama kemudian TV ruangan tersebut menyala secara otomatis dan nampaklah video adegan ranjang yang telah kami lakukan.

“Fuck you, kamu keparat”, aku berteriak keras.

Tak lama kemudian video tersebut mati, dan kudengar suara yang agak gemuruh dari speaker itu.

Ini cukup aneh.
Tiba2 kudengar suara beberapa pria dari balik pintu.

“Dalam sini, dalam sini….Dia pasti berada disini”.

“Ada apa lagi ini”, pikirku. “Siapa lagi, kali ini?”

“Brakkk…brakkk…!”, suara pintu yang jebol akibat hantaman sesuatu.
Aku sangat terkejut.

Belum sempat aku menyadari peristiwa ini, seorang petugas polisi membuka jaketnya dan menutupi tubuhku.

“Ini, kenakan jaket ini”, katanya kemudian.

God..thank…ternyata..petugas polisi mencariku setelah mendapat berita dari ibuku dan temanku Stacey tentang saat aku mulai menghilang.

Setelah aku dibawa keluar dari ruang tersebut, ternyata ruang itu adalah sebuah garasi mobil yang tidak dipakai dan direnovasi sebagai mana yang aku rasakan.
Garasi itu milik tetangga disebelah rumah bibiku.

Aku juga melihat seorang pemuda yang sedang menundukkan kepala dari kursi belakang mobil polisi, dan kedua orang tuanya pada mobil polisi yang lain.

Aku segera dibawa kerumah sakit dan menjalani terapi psikiater mengenai kejiwaanku.

Bersama itu pula kujalani persidangan terhadap pria tersebut beserta kedua orang tuanya yang dianggap turut serta membantu kejahatan sang anak.

Setahun telah berlalu peristiwa itu, dan aku merasa lepas beban psikologiku dengan menceritakan pengalaman pahitkku melalui milis disamping terapi berkala yg masih sedikit aku jalani.